Sabtu, 28 Januari 2017

Cambodia, Negara dan Ankor



Angkor berasal dari bahasa sansekerta yang berarti negara. Angkor sendiri adalah ibu kota kerajaan Khamer. Pada saat itu raja Khamer, Jayawarman II mengumumkan kemerdekaan negeranya nya dari Jawa , salah satu pulau di Indonesia. Sejak itulah, raja raja seterus nya membangun angkor angkor lainnya yang memiliki fungsi sebagai kuil atau candi. Kamboja adalah negara yang memiliki banyak candi. Bagaiamana tidak, negara ini adalah negera yang sebagian besar penduduk nya beragama Budha yang beraliran Theravada, sedangkan minoritas masyarakat disana bergama Muslim. Ada banyak angkor yang bisa dijumpai disana diantaranya yang paling terkenal adalah Angkor Watt. Angkor ini di nominasi sebagai World Heritage oleh UNESCO.
Saat berkunjung ke Angkor Watt, aku begitu terkesima dengan mahakarya arsitekturnya dan pemandangan di sekitarnya. Saat membeli karcis untuk masuk , aku sudah tidak sabar untuk memasuki sebuah negara atau kerjaan Khamer itu.Terdapat banyak sekali pengunjung yang datang dari berbagai belahan negara. Ada yang datang dengan tujuan wisata, studi tour , dan penelitian.
Pada 2015, tiket masuk ke angkor Watt yaitu  20 US dollar atau sekitar 360.000 rupiah per orang.

Muslim di Cambodia

Masyarakat

Tempat Ibadah


Makanan


Sholat Jumat

Katanya "Bagpackeran" demi ikut Konferensi dan Jalan-jalan

Hampir dua tahun sudah aku meninggalkan Cambodia, sebuah negara komunis yang bertetangga dengan Vietnam dan Thailand. Namun, kenangan-kenangan saat berada disana selalu kuingat. Bagaimana tidak, di negara inilah aku memulai perjalananku ke negeri orang. Bayanganku saat berada di tanah air , Cambodia adalah negara yang sangat miskin dan tandus, jangankan tempat rekreasi, mungkin mall pun tidak ada. Ternyata aku salah besar, saat aku pertama kali menginjakkan kaki di negeri yang terkenal dengan saapaan negeri angkor watt ini, aku memang langsung merasakan hangatnya suhu disana. Padahal , pada saat itu adalah penghujung Desember 2014 , kalau di Indonesia bisa dikatakan bulan Desember adalah bulan penghujan.
Dalam penerbangan Malaysia-Cambodia, awak kabin membagikan kartu kepada penumpang pesawat agar diisi dan diserahkan kepada setiap penumpang, terkecuali balita yang belum bisa baca tulis.

 Tujuan pembagian kartu ini adalah mempermudah pihak keimigrasian bandara dalam memeriksa pendatang asing di negara mereka. Nah, setiba nya di bandara International, Pnom Penh, aku dan rekan-rekanku langsung di periksa oleh badan imigrasi disana. Aku sempat ciut ketika berkomunikasi dengan staf-staf bandara dan imigrasi disana. Bagaiman tidak, dari nada bicara dan ekspresi wajah, mereka bisa dikatakan kurang begitu bersahabat. Pada saat giliranku diperiksa, mereka menemukan ada informasi detail yang belum aku isi. Jadi, mereka memintaku untuk mengisi dan aku sempat panik karena aku tidak memiliki pulpen dan akhirnya aku meminjam pena kepada rekanku. Pemeriksaan berlangsung kurang lebih 3- 5 menit.
Setelah itu,  aku dan rekan-rekanku langsung mencari  tempat untuk menukar mata uang. Anehnya, kami tidak hanya menukar mata uang dari rupiah ke mata uang disana yaitu "riel" tetapi kami juga menukarkannya dengan US dollar karena meraka juga menggunkan mata uang negara adi daya ini dalam transaksi sehari-hari.Kemudian, kami mencari  kendaraan umum  menuju penginapan yang telah kami pesan jauh-jauh hari pada saat kami berada di Indonesia. Kebetulan, ada seorang pria paruh baya menawarkan kami untuk menumpang kendaraan tradisional miliknya, masyarakat disana menyebutnya dengan sebutan tuk tuk. Lalu, kami memesan dua tuk tuk untuk menghantakan kami ke hostel.
Selama diperjalanan dengan menggunakan tuk-tuk, aku melihat kanan dan kiri bagunan bangunan di tengah-tengah kota, aku merasakan seolah-olah aku lagi syuting film era 70 an. Hal itu dikarenakan bagunan-bagunan dengan gaya arsitektur yang kental dengan pengaruh komunis dan  kendaraan-kendaraan serta pakaian-pakaian disana kurang begitu up date dan itu mirip dengan gaya di era 70 an. Hal pertama yang membuatku berfikrian seperti ini adalah ketika aku melihat banyak sekali sepeda motor honda... yang masih digunakan oleh masyarakat disana, baik dari kalangan tua maupun muda atau remaja.Selain itu, kemeja-kemeja dan pakaian masyarakat disana menurutku kurang begitu up date dibandingkan dengan mode-mode sekarang.
Sesampainya di hostel, kami segera melakukan pelunasan kamar dengan menggunakan real dan segera istirahat siang sejenak. Tiba lah saat sore hari, kami menuju sebuah hotel tempat diadakannya konferensi yang akan kami ikuti. Setelah itu kami mengadakan wisata kuliner. Tidak sedikit pedagang dan pembeli disana mengguakan mata uang dolar.