Sabtu, 02 September 2017

A Thousand miles away from Heart



Setelah tiga bulan menikah aku harus berpisah dengan suamiku untuk waktu yang bisa dikatan lama yaitu satu tahun dan jarak yang begitu jauh , karena aku harus melanjutkan studi S2 ku di University of Aberdeen, UK. Memang, jarak yang begitu jauh ini memisahkan aku dan suamiku dalam segi fisik namun dari sisi “ hati” sedikitpun tak memberi jarak diantara kami berdua. Hanya saja, rasa rindu yang kadang tak mampu untukku bendung.
Hari ini aku duduk sendirian dikamarku yang berukuran 2 x3 m. Aku duduk diatas kursi empuk yang disediakan pemilik flat sebagai kursi belajar. Suasana diluar begitu dingin diikuti dengan angin yang menusuk sampai ke tulang, walaupun ini hanya persaanku saja, karena kata orang yang sudah lama di sini, ini belum seberapa karena masih musim panas. Memang, mentari bersinar cerah namun aku merasa begitu dingin. Begitulah Aberdeen, salah satu kota yang terletak di Inggris Utara, kota yang letaknya dekat dengan pantai ini begitu dingin dan berangin berbeda sekali dengan tempat tinggalku di Kalimantan Barat Indonesia, yang memiliki panas menyengat.
Sudah berhari-hari aku tak membuka laptop karena aku masih jet lag dan pagi ini aku sudah mulai bisa beradaptasi dengan waktu disini sehingga aku tidak tidur sepanjang waktu lagi dan aku berkeinginan untuk membuka memori yang aku buat bersama suamiku selama kami menikah. Perlahan kutarik laci meja kamarku dan kuambil hardsik yang merupakan pemberian suamiku di dalam laci meja, dengan segera kubuka folder-folder yang berisi video dan foto-foto kami. Tak sanggup kubendung air mataku , mengalir begitu hangat terasa dipipiku. Saat membuka file-file itu aku merasakan aku sedang bersamanya, bercengkrama, bersenda gurau bersama. Namun, setelah selesai melihat nya satu per satu, aku merasa kehilangan lagi dan aku harus menerima kenyataan bahwa di kamar ini hanya aku sendiri.
Lebih lebih lagi  di hari-hari sebelumnya, setiap terdiam sendiri, usai mengobrol dengan teman satu flat , aku langsung membayangkan suamiku, teringat raut wajahya, sambil bertanya-tanya dalam hati sedang apa dia sekarang,dimana, sudah makan atau belum suamiku, sedang sendirian atau bersama teman-temannya, masak apa dia hari ini, banyak atau tidak makannya, rasanya aku ingin tau selalu.
Alhamdulillah, zaman yang serba canggih sekarang aku dapat mengetahui aktivitas suamiku walaupun itu tetap berbeda rasanya melihatnya langsung. Hampir tiap saat aku berkomunikasi dengan suamiku melalui beberapa sosial media seperti whats up, bbm, instagram , maupun facebook. Tak jarang kami juga melakukan panggilan video dan saling mengirimi gambar.
Hanya saja, komunikasiku sejauh ini sangat bergantung dengan  internet. Mau tidak mau harus merogoh puluhan poundsterling untuk membeli paketan internet. Kalau suamiku, dia biasanya menggunakan wifi kantor dan kalau mati wifinya suamiku pakai paketan yang di hpnya. Kadang kalau kurang lucky, sinyal hilang dan hilang kabar berjam-jam dan kami tak bisa menghubungi satu sama lain. Biasanya aku sudah tau, mungkin lirtrik padam atau gangguan signal dari provider kartu untuk internetan. Itulah sedikit kerikil kecil berkomunikasi antar negara.
 Selain itu,  adanya perbedaan waktu kurang lebih 6 jam membuat kami harus pandai-pandai mencari waktu yang tepat jika ingin melakukan panggilan biasa atau video call. Biasanya aku menelpon suamiku seusai sholat subuh disini yaitu sekitar jam 4 an, tak jauh berbeda dengan waktu sholat di Indonesia, hanya saja, waktu di Indonesia sudah menunjukan pukul 10 pagi. Jam segitu suamiku sedang berada di kantor . Nah, menjelang siang disini aku dan suamiku kadang juga berkomunikasi di jam jam ini, karena ini adalah waktu suamiku pulang kerja sekitar pukul 4 sore.  Untuk malam hari nya, baik masih di kantor ( sedang lembur) aku menelpon suamiku karena  sinyal wifi di kantor nya cukup bagus untuk melakkan panggilan video. Biasanya, menjelang tidur kami juga saling telponan yaitu sekitar jam 5 an waktu di UK dan jam 11 malam di Indonesia.
 Jika sudah larut malam diatas pukul 11 ,tak jarang suamiku sampai tertidur ketika kami sedang melakukan video call. Aku memakluminya, hal itu karena mungkin matanya lelah setelah seharian menatap layar monitor di kantor dan harus berkutat dengan angka angka serta harus menyusun laporan yang seabrek.
Mataku berkaca-kaca setiap kali melihat wajah suamiku yang tampak lelah. Ingin rasanya aku mengusap ngusap wajah dan menopang kepalanya ke dalam pangkuanku. Tapi apalah daya, jarak begitu jauh memisahkan hingga waktupun ikut ikutan memisahkan. Kuraba layar hp dan membayangkan seakan akan aku membelai suamiku, untuk saat ini itu sudah cukup bagiku untuk membayar rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar